7 Hal Yang Perlu Didiskusikan Oleh Pengantin Baru Tentang Keuangan Keluarga | Live Love Hope

7 Hal Yang Perlu Didiskusikan Oleh Pengantin Baru Tentang Keuangan Keluarga

| on
Monday, September 19, 2016


Aduh duh..duh.. yang baru married alias pengantin baru biasanya  lagi seneng-senengnya nih.. Seru kan? Ada yang nemenin bobo di sebelah, ada yang merhatiin makan apa hari ini, bisa peluk-pelukan sambil nonton drama korea *ups, ini mah gue*, ada yang nyuapin makan, anterin pergi ngantor & jemput pulang bareng, hihihi..

Sayangnya, masa-masa indah itu biasanya cuma bertahan paling banter 3 bulan aja sodara-sodara. Setelah itu back to reality. Iya kalian harus sadar kalau di balik hal-hal indah tersimpan tanggung jawab yang besar pula. Tanggung jawab tentang keuangan rumah tangga salah satunya.

Maklum, masalah uang bisa menjadi pemicu konflik bagi pasangan. Bahkan banyak juga loh yang rumah tangga-nya berakhir gara-gara masalah uang. Ga mau kan sampai terjadi seperti itu?

Kenapa sih masalah ini penting banget? Karena selain berubah status menjadi tuan & nyonya, akan ada perubahan kebiasaan dari yang biasa atur keuangan sendiri-sendiri menjadi atur keuangan dua orang jadi satu.

Ketika kita memutuskan untuk menikah, bahkan kalau perlu dari sebelum menikah (sama calon suami/istri kita maksudnya, kalau belum mau nikah mah jangan dulu), kita harus blak-blakan soal kondisi keuangan masing-masing ke pasangan. Semua harus dijelaskan sedetail-detailnya sampai ke akar-akarnya karena ini merupakan tanda bahwa kita bisa percaya & dipercaya oleh pasangan. Keterbukaan soal keuangan kepada pasangan merupakan indikator kualitas hubungan yang sehat.

Setelah menikah, secara otomatis, tanggung jawab keuangan menjadi milik bersama, masa depan pun menjadi milik bersama. Karena itu perlu dikomunikasikan dengan baik, hal ini menyangkut visi & misi hidup ke depan bersama pasangan. 

Nah kira-kira apa aja sih yang perlu didiskusikan dengan pasangan?

1. Harta

Pernah dengar kan kata-kata "Uang mu adalah uang ku, uang ku adalah uang ku *eh* uang mu".  Ini hal penting yang perlu dibicarakan. Supaya jelas harta ini dimiliki setelah menikah atau sebelum menikah. Masing-masing pasangan perlu dengan sadar mengetahui apa yang menjadi miliknya atau haknya & yang bukan. Jangan sampai di kemudian hari saat mertua meminta motor yang dibeli sebelum menikah ke suami, istri jadi merong-merong karena merasa itu milik istri. Ada aja kan kejadian seperti ini.

Keterbukaan mengenai harta juga supaya pasangan mengetahui dengan jelas, harta baik sebelum atau setelah menikah didapatkan dengan cara bagaimana, halal atau tidak, dsb. Jangan sampai suatu ketika, istri dipanggil oleh KPK, terkait mobil mewah yang biasa digunakan istri antar jemput anak, ternyata didapat dari hasil korupsi *diambil dari kisah nyata artis di tipi* XD.

2. Hutang

Walaupun secara hukum, hutang sebelum menikah menjadi tanggung jawab pribadi & tidak terkait ke pasangan, tetapi efek dari pembayaran hutang itu mau ngga mau akan mempengaruhi cash flow rumah tangga.

Contoh, kalau suami punya hutang mobil dari sebelum menikah, otomatis penghasilan suami yang bisa diberikan ke istri akan dikurangi cicilan hutang mobil terlebih dahulu.

Hutang disini bisa bermacam-macam. Dari hutang kartu kredit, KTA, KPR, hutang kendaraan bermotor, sampai hutang ke teman atau renteinir :p

3. Pengeluaran Wajib Lainnya

Selain hutang, ada aja kan pengeluaran lain yang mungkin biasa dilakukan dari sebelum menikah yang pastinya akan mempengaruhi cash flow. Misal, suami biasa kasih uang ke orang tua sebulan 1 juta & ini masih harus dilakukan saat setelah menikah. Iuran & arisan pun termasuk pengeluaran wajib hingga jangka waktu tertentu. 

4. Merencakan Momongan

Banyak pasangan yang tidak merencanakan kesiapan memiliki anak atau momongan dengan kondisi finansial. Saya paham betul kalau anak merupakan titipan & rejeki dari Allah. Tapi menurut saya, menjamin kesejahteraan sang anak pun merupakan tanggung jawab kita sebagai orang tua. Jangan sampai keinginan orang tua untuk punya banyak anak, malah membuat anak-anak terlantar & tidak terjamin kesejahteraannya. Sejahtera bukan berari kaya loh. Tapi cukup dalam berbagai hal, dari pakaian, cukup makanan, bisa sekolah & mendapat kehidupan yang baik.

Berdiskusi tentang momongan sejak dini dengan pasangan, akan mempengaruhi tujuan finansial lainnya. Karena memiliki anak, berarti kita harus siap dengan kebutuhan sang anak yang mau ngga mau melibatkan uang dalam jumlah besar & jangka waktu panjang.

4. Kebutuhan Untuk Memiliki Rumah atau Tempat Tinggal

Siapa sih istri yang tidak ingin menjadi ratu di istananya sendiri *definitely me* :)).   Beda lagi kalau memang pasangan memutuskan untuk tinggal di rumah mertua atau orang tua, tentunya kebutuhan beli rumah bukan merupakan hal yang krusial.

Tetapi jika pasangan akhirnya memutuskan untuk membeli rumah, perlu dipikirkan rumah seperti apa yang diinginkan, baik lokasi, bentuk & luasnya, yang tentunya akan mempengaruhi harga rumah dibandingkan dengan kemampuan finansial pasangan suami istri. Pikirkan juga akan membeli rumah secara tunai atau kredit, berapa lama lagi target untuk membeli rumah & berapa lama target untuk melunasinya.

5. Investasi & Gaya Hidup

Kalau saya dan hubby, merupakan pasangan yang bertolak belakang dalam hal memikirkan investasi. Hubby orangnya cari aman & ngga percayaan, makanya doi lebih percaya menabung di tabungan atau beli emas. Hubby juga orangnya bertujuan finansial jangka pendek, misal menabung atau investasi dengan tujuan untuk beli rumah atau kendaraan. Kebalikan dengan hubby, saya menabung & berinvestasi untuk tujuan jangka panjang 10-20 tahun ke depan. Saya mempersiapkan diri untuk keperluan-keperluan tidak terduga & modal pensiun. Karena saya dekat dengan dunia keuangan, saya juga jadi paham tentang investasi bentuk lain selain tabungan, emas atau deposito, sehingga saya berani menempatkan uang saya di reksadana.

Baca tentang Reksadana disini.

Hal-hal seperti ini penting loh untuk didiskusikan bahkan dari sebelum menikah menurut saya. Karena terkait dengan visi & misi ke depan, ingin memiliki kehidupan seperti apa kita & pasangan. Dengan berinvestasi, berarti kita harus siap untuk mengurangi kesenangan saat ini untuk tujuan kesenangan masa yang akan datang.

Ada pasangan yang kurang peduli dengan kondisi keuangan masa yang akan datang & lebih memilih untuk menikmati setiap momen yang ada sekarang dengan tetap hura-hura belanja atau pergi ke cafe  atau nonton bioskop setiap weekend. Tapi ada juga pasangan yang lebih memilih, diam mendekam di rumah supaya ngga belanja-belanja atau keluar uang yang ngga perlu demi bisa berinvestasi. *Ini kasus pasangan dengan kemampuan finansial terbatas ya, kalau berlebih hingga tetap bisa ke cafe & investasi sih ngga apa-apa*

Apapun itu, itu adalah pilihan bro, ngga ada yang salah ataupun benar. Makanya perlu didiskusikan dari awal, gaya hidup yang bagaimana yang sejalan dengan pasangan.

6. Siapa yang Bekerja

Hidup di kota besar seperti saya ini, mau ngga mau pasangan dihadapkan dengan tuntutan hidup yang tinggi. Karena mau ngga mau butuh uang transport dari bensin atau tol atau angkutan umum yang ngga sedikit, mau ngga mau butuh beli baju atau sepatu atau tas yang disesuaikan dengan lingkungan kerja untuk menghormati tempat kita bekerja & orang-orang yang akan kita temui, mau ngga mau harga bahan makanan lebih tinggi dibanding didaerah, mau ngga mau lainnya, sebutin ajah.. Jadinya mau ngga mau saya & hubby sama-sama bekerja supaya keinginan hidup sejahtera kami bisa tercapai.

Hal-hal seperti ini perlu dibahas dari awal karena bisa menimbulkan konflik di kemudian hari. Jangan sampai waktu sudah menikah, suami baru melarang istri bekerja padahal istri masih ingin bekerja demi aktualisasi diri & ini hukumnya "kudu", harus, wajib, padahal sebelum menikah bilangnya fine-fine aja istri bekerja. Kemudian geger, kemudian minta "pulangkan aku", kemudian.. *ah au ah gelap*.

Buat calon-calon suami, tolong lah jujur dari awal apa keinginan kalian, wanita kan bukan cenayang, hehehe. Jangan sampai hal-hal seperti ini ditutup-tutupi demi mendapatkan pujaan hati, yang malah bisa menimbulkan konflik ke depannya kemudian berujung perceraian.

Topik seperti ini bisa panjang bahasannya. Urusannya bukan sekadar berapa uang yang dihasilkan suami atau istri, tapi juga menyangkut hak & kewajiban di rumah. Berapa waktu yang akan dihabiskan di luar rumah untuk bekerja akan berdampak pada siapa yang wajib beberes rumah & merawat anak atau hak suami untuk merasakan masakan istri & hak istri untuk disayang suami, dan lainnya.

7. Siapa yang Mengatur Keuangan

Kebetulan saya lah yang bertugas menjadi menteri keuangan rumah tangga di rumah. Saya yang harus pusing-pusing mengalokasikan seluruh uang kami untuk membayar semua kewajiban & menyisakan sedikit untuk ditabung, biaya hidup sehari-hari dan lainnya.

Tapi ada loh pasangan yang berkomitmen untuk berbagi tugas. Misal, suami yang kebagian membayar cicilan mobil & rumah serta menabung, istri kebagian membayar listrik, air & kebutuhan hidup sehari-hari.

Ada lagi pasangan lainnya yang keuangannya sepenuhnya dipegang oleh suami, dari bayar cicilan sampai bayar kebutuhan hidup. Istri hanya diberi uang untuk jajan & belanja. *Ini enak sih beneran, soalnya udah ngga pusing mikirin cicilan, uangnya jadi hak milik istri & bebas digunain oleh istri, hihihi*

Apapun pilihan kalian, diskusikan baik-baik dengan pasangan. Tentukan siapa yang mengatur keuangan jangan dari kata orang atau kebiasaan di lingkungan, tapi sesuaikan dengan profil pribadi masing-masing. Apakah kalian orang yang detail, sembrono, bertanggung jawab, hobby belanja, suka menabung, komitmen tinggi, atau bagaimana, yang akan menentukan cocok atau tidaknya kalian diserahkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit untuk diatur.

Kira-kira itulah 7 hal yang menurut saya perlu didiskusikan sebelum maupun saat baru menikah. Jangan ngobrol beginian saat kepala lagi mumet ya. Cari waktu yang paling nyaman ketika berdua, ngobrol santai tanpa emosi akan menghasilkan keputusan yang bijaksana bagi kedua belah pihak.

See you on my next post :D.
Be First to Post Comment !
Post a Comment